Film: Atambua 39 Derajat Celsius
Film ini telah diputar di bioskop-bioskop di Jakarta, Bandung, Yogjakarta, Solo, Makassar, Malang, Semarang, dan Surabaya pada bulan Nopember 2012. Mungkin banyak dari kita yang melewatkannya. Film garapan Mira Lesmana dan Riri Reza ini bercerita tentang seorang ayah yang yang terpisah dari istri dan dua anak perempuannya setelah referendum Timor Timur tahun 1999.
Ronaldo memilih tinggal dengan anak lelakinya Joao (Gudino Soares) di Atambua, terpisah dari istri dan dua anak perempuannya yang tinggal di tanah kelahiran mereka, Timor Timur.
Alasan Ronaldo satu, dia cinta Merah Putih.
Ronaldo memilih mengajak Joao mengungsi dan kemudian tinggal di Atambua karena dia merasa bahwa anak laik-lakilah yang nantinya akan menjadi penerus nama ayah.
Sebagai warga baru, Joao dan Ronaldo tidak memiliki modal atau lahan yang bsa digarap untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka di daerah kering dengan cuaca terik dan suhu sampai 38 derajat Celsius itu. Joao bekerja sebagai tukang ojek dengan sepeda motor pinjaman seorang kawan dan hanya mendapat imbalan seikhlasnya. Sementara sang ayah yang menjadi sopir bis tenggelam dalam perjudian dan minuman keras. Kejadian itu terjadi berulang kali, sampai suatu hari sang ayah melihat tumpukan kaset rekaman Joao yang berisi suara ibunya.
"Keadaan sudah aman, kalau mau pulang aku bisa atur polisi untuk menjagamu," kata sang ibu dalam rekaman untuk Joao, yang hanya memiliki potongan ingatan tentang sang ibu yang berpisah dengannya sejak 1999.
Kemudian seorang perempuan dari Kupang bernama Nikia (Putri Moruk) datang ke Atambua untuk memperingati hari duka sang kakek. Perempuan itu memikat hati Joao.
Tiga tokoh utama dalam film sepanjang sekitar 120 menit itu masing-masing punya kisah sedih. Nikia dengan luka tak terlupa selama berada di pengungsian, Ronaldo yang memendam rindu kepada istri dan anaknya di Timor Leste, dan Joao yang kesepian karena terpisah dengan orang-orang tercinta.
"Saya tahu, kami terpisahkan karena Merah dan Putih," kata Joao.
Angka 39 derajat Celsius menggambarkan cuaca Atambua yang sangat panas dan juga menjadi simbol titik kritis manusia. Bila suhu badan manusia berada di angka 39, itu kritis sebelum kejang-kejang. Menyiratkan panasnya kondisi psikologis mantan pengungsi setelah semua yang mereka lalui.
Film ini memotret kehidupan orang-orang yang tercerai setelah referendum, suami yang berpisah dari istri dan anaknya serta anak-anak yang berpisah dengan orang tua mereka.
Mira dan Riri juga membuat film ini dalam bahasa Tetum, bahasa asli setempat.
Terpilih menjadi salah satu dari 15 film dari seluruh dunia untuk bersaing dalam kategori 'Competition Tokyo International Film Festival' (TIFF). Penayangan perdana film 'Atambua 39 Derajat Celcius' di Teater 7 Toho Cinemas Roppongi Hills, Tokyo, Jepang, sebagai bagian dari festival film internasional TIFF mendapat sambutan positif dari penonton dari berbagai negara.
sumber: antaranews.com
Comments
Post a Comment