HEPATITIS B... PENYEBAB KEMATIAN?
Penyakit Hepatitis B adalah jenis penyakit yang tidak menunjukkan gejala berarti. Tak heran bila para penderitanya sama sekali tidak menyadari kalau dirinya telah menderita hepatitis B bahkan bila dalam kondisi kronis sekalipun.
Pada umumnya, gejala penyakit hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh.
Karena gejala yang ditunjukkan ringan, banyak pasien tidak tahu kalau dirinya sudah sakit. Beruntung kalau ada pasien yang rajin atau sadar melakukan check up setiap tahun, karena dengan penanganan dini, kemungkinan untuk menjadi kronis, tentu bisa dikurangi.
Menentukan apakah seseorang menderita hepatitis B yang paling valid adalah berdasarkan hasil pemeriksaan darah di laboraturium. Seseorang akan dinyatakan positif mengalami hepatitis B oleh dokter bila telah menjalani serangkaian pemeriksaan secara klinis di laboratorium. Dokter biasanya akan mempertimbangkan sejumlah indikator seperti HBsAG positif (antigen yang menandakan adanya infeksi) atau kenaikan enzim hati (SGOT dan SGPT). Dari hasil pemeriksaan, dokter akan menentukan apakah infeksi ini perlu diobati atau tidak. Sebagai contoh, tidak semua yang memiliki HBsAG positif akan diobati karena harus di lihat dulu dari kelompok mana dan harus dilihat faktor lain yang menyebabkannya. Sementara itu, seseorang akan dinyatakan mengidap hepatitis B kronik bila ia sudah menderita atau mengidap infeksi selama lebih dari enam bulan. Diagnosa ini juga didasarkan pada adanya HBV DNA (indikasi replikasi virus aktif) dalam serum, kenaikan enzim hati, bukti histologis serta hasil USG yang menunjukkan proses peradangan hati.
Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal diatas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis. Sebagian kecil orang yang terinfeksi tidak dapat menyingkirkan virus dan menjadi infeksi kronis. Jika ada orang yang sedang menjalani pengobatan hepatitis B dalam keadaan seperti ini, patut diwaspadai, karena orang-orang ini beresiko tinggi kematian akibat sirosis hati dan kanker hati.
Saat ini pengobatan hepatitis B tersedia dalam bentuk oral dan injeksi. Untuk pengobatan oral, pasien sepanjang hidupnya harus meminum obat yang mengganggu kemampuan virus untuk bereplikasi dan menginfeksi sel-sel hati lebih banyak lagi. Di Indonesia tersedia 4 jenis obat oral yang mendapat lisensi FDA, yakni Entecavir, Lamivudine, Adefovir dan Telbivudine. Sedangkan melalui injeksi, pasien akan di beri interferon atau senyawa sintesis yang meyerupai zat yang dihasilkan tubuh untuk mengatasi infeksi.
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan hepatitis, antara lain yaitu temulawak, kunyit, sambiloto, meniran, daun serut, jamur kayu, akar alang-alang, rumput mutiara, pegagan, buah kacapiring, buah mengkudu.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus hepatitis B ini menular
- Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada persalinan atau segera setelah persalinan.
- Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tidik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama (jika penderita memiliki penyakit mulut seperti sariawan, gusi berdarah dll atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita.
Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis dan HIV.
Sesungguhnya tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan pasangannya dan menjadi setia pada pasangan untuk mencegah penularan penyakit ini.
Comments
Post a Comment